Daftar nama-nama kerajaan islam di indonesia
Salah satu sejarah indonesia yang tidak mungkin dilewatkan adalah mengenai sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia. Dipostingan kali ini penulis sengaja akan membahas tentang daftar nama-nama kerajaan islam di indonesia yang mana keberadaan kerajaan-kerajaan Islam ini selain memperjuangkan syiar islam namun juga ikut melawan para kolonialis/penjajah dari nusantara.Berikut saya tulis beberapa kerajaan Islam yang ada di Indonesia beberapa abad silam :
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara.
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.
- Silsilah
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Ahmad Laidkudzahi
4. Sultan Zainal Abidin Malik al-Zahir (1383-1405 M)
5. Sultan Shalahuddin (1405-1412 M)
Rentang masa kekuasan Samudera Pasai berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga 16 M.
KESULTANAN PERLAK
Berdasarkan cerita teori-teori sejarah, dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad 7 atau 8 M. Pada abad ke-13, Islam sudah berkembang pesat. Menurut catatan A. Hasymi, Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Nama Kesultanan Perlak sebagai sejarah permulaan masuknya Islam di Indonesia kurang begitu dikenal dibandingkan dengan Kesultanan Samudera Pasai. Namun demikian, nama Kesultanan Perlak justru terkenal di Eropa karena kunjungan Marco Polo pada tahun 1293.
Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan dari pasukan-pasukan pengikutnya.
- Silsilah
Meurah Perlak Syahir Nuwi. Namun, data tentang raja-raja Negeri Perlak secara lengkap
belum ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Pelak
adalah sebagai berikut:
1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932-956)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230-1267
18. 18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)
Catatan: Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat, yang merupakan keturunan dari Meurah Perlak asli (Syahir Nuwi).
Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
KESULTANAN MALAKA
Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai.
- Silsilah
1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)
2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)
Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah pada tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin dengan putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai.
KERAJAAN PAGARUYUNG
Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini berasal dari ibukotanya, yang berada di nagari Pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama Adityawarman pada tahun 1347. Kerajaan Pagaruyung menjadi Kesultanan Islam sekitar tahun 1600-an.
Walaupun Adityawarman merupakan pangeran dari Majapahit, ia sebenarnya memiliki darah Melayu. Dalam sejarahnya, pada tahun 1286, Raja Kertanegara menghadiahkan arca Amogapacha untuk Kerajaan Darmasraya di Minangkabau. Sebagai imbalan atas pemberian itu, Raja Darmas Raya memperkenankan dua putrinya, Dara Petak dan Dara Jingga untuk dibawa dan dipersunting oleh bangsawan Singosari. Dari perkawinan Dara Jingga inilah kemudian lahir Aditywarman.
Ketika Singosari runtuh, mucul Majapahit. Adityawarman merupakan seorang pejabat di Majapahit. Suatu ketika, ia dikirim ke Darmasraya sebagai penguasa daerah tersebut. Tapi kemudian, Adityawarman justru melepaskan diri dari Majapahit. Dalam sebuah prasasti bertahun 1347, disebutkan bahwa Aditywarman menobatkan diri sebagai raja atas daerah tersebut. Daerah kekuasaannya disebut Pagaruyung, karena ia memagari daerah tersebut dengan ruyung pohon kuamang, agar aman dari gangguan pihak luar. Karena itulah, negeri itu kemudian disebut dengan Pagaruyung.
Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh, sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung. Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri akibat konflik yang terjadi dan campur tangan kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19.
KERAJAAN SRIWIJAYA
Pengetahuan mengenai sejarah Sriwijaya baru lahir pada permulaan abad ke-20 M, ketika George Coedes menulis karangannya berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M.
Sebenarnya, lima tahun sebelum itu, yaitu pada tahun 1913 M, Kern telah menerbitkan Prasasti Kota Kapur, sebuah prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern masih menganggap nama Sriwijaya yang tercantum pada prasasti tersebut sebagai nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.
Pada abad ke-11 M, Sriwijaya mulai mengalami kemunduran. Pada tahun 1006 M, Sriwijaya diserang oleh Dharmawangsa dari Jawa Timur. Serangan ini berhasil dipukul mundur, bahkan Sriwijaya mampu melakukan serangan balasan dan berhasil menghancurkan kerajaan Dharmawangsa. Pada tahun 1025 M, Sriwijaya mendapat serangan yang melumpuhkan dari kerajaan Cola, India. Walaupun demikian, serangan tersebut belum mampu melenyapkan Sriwijaya dari muka bumi. Hingga awal abad ke-13 M, Sriwijaya masih tetap berdiri, walaupun kekuatan dan pengaruhnya sudah sangat jauh berkurang.
- Silsilah
Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683, Talang Tuo, 684).
1. Cri Indrawarman (berita Cina, tahun 724).
2. Rudrawikrama (berita Cina, tahun 728, 742).
3. Wishnu (prasasti Ligor, 775).
4. Maharaja (berita Arab, tahun 851).
5. Balaputradewa (prasasti Nalanda, 860).
6. Cri Udayadityawarman (berita Cina, tahun 960).
7. Cri Udayaditya (berita Cina, tahun 962).
8. Cri Cudamaniwarmadewa (berita Cina, tahun 1003, prasasti Leiden, 1044).
9. Maraviyayatunggawarman (prasasti Leiden, 1044).
10. Cri Sanggaramawijayatunggawarman (prasasti Chola, 1044).
Kekuasaan tertinggi di Kerajaan Sriwijaya dipegang oleh raja. Untuk menjadi raja, ada tiga persyaratan yaitu:
1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.
2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan
kesejahteraan pada rakyatnya.
3. Ekachattra. Eka berarti satu dan chattra berarti payung. Kata ini bermakna mampu
memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.
Kerajaan Islam Di Indonesia Dan Perkembangannya
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa timbulnya kerajaan-kerajaan Islam
didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan
pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, dan Tiongkok. Kerajaan
tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat
pemerintahannya, yaitu di Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Kerajaan
Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad
ke-13 sampai dengan abad ke-16. Berikut beberapa kerajaan besar Islam di Indonesia.
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia, didirikan
oleh Malik As-Saleh. Kerajaan ini terletak di Lhok Seumawe Aceh Utara.
Wilayahnya sangat strategis karena berada di daerah Selat Malaka yang
merupakan jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Pada masa
pemerintahan Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi
bandar-bandar pelabuhan besar yang banyak didatangi oleh pedagang dari
berbagai daerah, seperti India, Gujarat, Arab, dan Cina. Dalam
perkembangannya setelah Malik As-Saleh wafat pada 1927, kegiatan
pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, yaitu Sultan Muhamad Malik
Al-Taher (1927 – 1326), Sultan Ahmad, dan Sultan Zainul Abidin.
2. Kerajaan Malaka
Pendiri
Kerajaan Malaka adalah Paramisora atau Iskandar Syah. Kerajaan ini
letaknya berhadapan dengan Selat Malaka sehingga sangat strategis
sebagai jalur perdagangan dan pelayaran. Karena letaknya tersebut,
kerajaan ini sering kali menjadi tempat persinggahan para pedagang Islam
yang berasal dari berbagai negara. Selain Iskandar Syah, terdapat
beberapa raja yang sempat memimpin Kerajaan Malaka, di antaranya sebagai
berikut.
a. Muhammad Iskandar Syah yang berkuasa pada 1414-1424.
b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah yang berkuasa pada 1458-1477.
c. Sultan Alaudin Syah yang berkuasa pada 1477-1488.
d. Sultan Mahmud Syah yang berkuasa pada 1488-1511.
Kerajaan
Malaka banyak dikunjungi oleh para pedagang dari Gujarat, Cina, Arab,
Persia, dan negara lainnya sehingga kerajaan ini memanfaatkannya untuk
meningkatkan kegiatan ekonominya. Karena kemajuannya dalam perdagangan,
Kerajaan Malaka mampu mengalahkan kemajuan Kerajaan Samudra Pasai.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh
Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al Fattah)
adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa
(daerah yang sekarang perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam). Pada awal
abad ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang putri
kepada Brawijaya di Kerajaan Majapahit sebagai tanda persahabatan kedua
negara. Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapatkan
tempat istimewa di hati raja. Raja Brawijaya sangat tunduk pada semua
kemauan sang putri jelita, yang nantinya membawa banyak pertentangan
dalam istana Majapahit.
Raja
Brawijaya sudah memiliki permasuri yang berasal dari Champa, masih
kerabat Raja Champa dan memiliki julukan Ratu Ayu Kencono Wungu.
Makamnya saat ini ada di Trowulan, Mojokerto. Sang permaisuri memiliki
ketidakcocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu. Akhirnya, Raja
Brawijaya dengan berat hati harus menyingkirkan putri cantik ini dari
Majapahit. Dalam keadaan mengandung, putri cantik itu dihibahkan oleh
Raja Brawijaya kepada Adipati Palembang, Arya Sedamar. Di sanalah
Jim-Bun atau Raden Patah dilahirkan.
Dari
Arya Sedamar, putri ini memiliki seorang anak laki laki. Dengan kata
lain Raden Patah memiliki adik laki laki seibu, tetapi berbeda ayah.
Setelah memasuki usia belasan tahun, Raden Patah, bersama adiknya, dan
diantar ibunya berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Denta.
Raden Patah mendarat di pelabuhan Tuban sekitar tahun 1419 Masehi.
Jim-Bun atau Raden Patah sempat tinggal beberapa lama di Ampel Denta di
rumah pamannya, kakak-misan ibunya.
Sunan
Ampel juga bersama para saudagar besar Muslim ketika itu. Di sana pula
ia mendapat dukungan dari rekan-rekan utusan Kaisar Cina, Panglima Cheng
Ho atau juga dikenal sebagai Dampu-awang atau Sam Poo Tai-jin. Panglima
berasal dari Xin-Kiang, pengenal Islam.
Saat
itu pengaruh Majapahit telah memudar, dan wilayahnya hanya sebagian
kecil Jawa Timur. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh
menantunya, Pati Unus. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke
Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran
ini, dan digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggono.
Pada
saat Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis
wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah - wilayah
yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling
mengklaim sebagai ahli waris takhta Majapahit. Pada masa itu, arus
kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng
Pengging. Sementara, Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki
Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.
Demak
di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan Nusantara. Pati Unus
adalah seorang raja yang memimpikan kembalinya kejayaan Majapahit
melalui Demak. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan
maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam
dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka,
kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Sultan
Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa
lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau
tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun
(1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan,
kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Pulau Jawa (1527, 1546). Panglima
perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra),
yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono meninggal
pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan
kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
Kepemimipinan
Sunan Prawoto tidak mulus. Sunan Prawoto ditentang oleh adik Sultan
Trenggono, Pangeran Seda Lepen. Pangeran Seda Lepen terbunuh, dan
akhirnya pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh
suruhan Arya Penangsang, putra Pangeran Seda Lepen.
Arya
Penangsang kemudian menjadi penguasa takhta Demak. Suruhan Arya
Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, ini menyebabkan banyak adipati
memusuhi Arya Penangsang. Arya Penangsang akhirnya dihabisi oleh pasukan
Joko Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko tingkir memindahkan istana
Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.
4. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan
Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki Ageng Pemanahan yang
meninggal pada 1575. Setelah meninggal, digantikan oleh anaknya, yaitu
Sutawijaya yang lebih dikenal dengan Senopati Ing Alaga Sayidin
Panatagama Khalifatullah. Pada masanya, Kerajaan Mataram terus
berkembang dan menjadi kerajaan terbesar di Jawa. Wilayahnya berkembang
seputar Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.
Setelah
meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang atau
Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh
anak Mas Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan,
Raden Mas Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu
Raden Mas Rangsang yang dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645).
Pada masa Sultan Agung inilah Mataram mengalami puncak kejayaan.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga
berubah menjadi kerajaan kecil. Perpecahan disebabkan adanya gejolak
politik di daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan
penguasa Belanda yang menginginkan menguasai tanah Jawa.
Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut.
a.
Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat
dengan Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
b. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.
Akibat
Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram semakin
jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat keluarga
raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan
Yogyakarta, Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.
5. Kerajaan Cirebon
Kerajaan
ini lahir pada abad ke-16. Pada abad tersebut, daerah Cirebon
berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat
perdagangan di pantai utara Jawa Barat. Majunya kegiatan perdagangan
juga mendorong proses islamisasi semakin berkembang sehingga Sunan
Gunung Jati membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya
kerajaan Islam Cirebon, maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat
penyebaran Islam di Jawa Barat.
6. Kerajaan Banten
Pendiri
Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja pertamanya adalah
Hasanuddin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Semula wilayah
ini termasuk bagian dari Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki
hubungan dengan kerajaan Demak. Hasanuddin menikah dengan putri Sultan
Trenggono dan melahirkan dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan
Pangeran Jepara.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf pada 1570 menggantikan ayahnya
untuk menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai dengan tahun 1580.
Setelah itu, dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf (1580-1605), kemudian
Abdul Mufakhir, Abu Mali Ahmad Rahmatullah (1640-1651) dan Abu Fatah
Abdulfatah yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1582).
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa inilah Kerajaan Banten mengalami
puncak kejayaan.
8. Kerajaan
Banten
Semenjak menjadi kerajaan merdeka yang terlepas dari
Kerajaan Demak, Kerajaan Banten mengalami kemajuan yang pesat begitu juga dengan
agama Islam. Raja pertama Kerajaan Banten yaitu Sultan Hasanuddin (1552-1570),
putra tertua dari Fatahillah.
Adapun raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan
Banten setelah Sultan Hasanudin yaitu Panembahan Yusuf (1570-1580); Maulana
Muhammad (1580-1596); Abu Mufakhir (1596-1640); Abu Mu’ali Ahmad Rahmatullah
(1640-1651); Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Kerajaan Banten mencapai masa kejayaan di bawah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa pemerintahannya, terjadi
penyerangan terhadap VOC sebanyak tiga kali. Dengan siasat Devide at Impera,
Sultan Ageng Tirtayasa diadu domba dengan putranya sendiri yaitu Sultan Haji.
Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap dan diasingkan hingga wafat.
Penggantinya, Sultan Haji memiliki kedekatan yang dekat dengan VOC, sehingga
VOC dapat menguasai Banten.
9. Kerajaan
Makassar
Kerajaan Makassar merupakan kerajaan gabungan antara
Kerajaan Gowa dan Tallo dengan ibukotanya di Sombaopu. Raja Gowa, Daeng
Manrabia menjadi Raja Makassar pertama yang bergelar Sultan Alauddin, sementara
Raja Tallo, Kraeng Mantoaya menjadi Perdana Menteri yang bergelar Sultan
Abdullah. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin, agama Islam masuk dan
berkembang di Makassar. Pengganti Sultan Alauddin ialah Sultan Muhammad Said
(1639-1653). Kemudian Sultan Muhammad Said diganti putranya bernama Sultan
Hasanuddin (1653-1669) yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur.
Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang
tangguh terutama dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan
pertahanan laut Makassar. Karena memiliki pelaut-pelaut yang tangguh dan
terletak di pintu masuk jalur perdagangan Indonesia Timur, disusunlah
Ade'Allapialing Bicarana Pabbalri'e, sebuah tata hukum niaga dan perniagaan dari sebuah naskah lontar
yang ditulis oleh Amanna Gappa.
Karena ketakutan Belanda, maka Belanda menyerang
Kerajaan Makassar dengan bantuan Raja Bone yaitu Aru Palaka. Dan akhirnya pada
tahun 1667, Belanda dapat memaksa Sultan Hasanuddin untuk menandatangani
Perjanjian Bongaya. Isi dari Perjanjian Bongaya yaitu: Belanda memperoleh
monopoli dagang rempah-rempah di Makassar; Belanda mendirikan benteng
pertahanan di Makassar; Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa
daerah di luar Makassar; Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone. Kemudian Sultan
Hasanuddin diganti oleh Mapasomba. Tetapi Mapasomba berkuasa tidak terlalu lama
karena adanya pengaruh Belanda yang besar. Akhirnya seluruh Sulawasi Selatan
dapat dikuasai Belanda.
10. Kerajaan
Ternate
Kerajaan Ternate terletak di Maluku Utara dengan
ibukota di Sampalu. Raja pertama Kerajaan Ternate adalah Gapi Buta dan setelah
masuk Islam berganti nama menjadi Zainal Abidin yang berkuasa dari 1486-1500.
Setelah wafat kedudukannya digantikan oleh Sultan Marhum. Kerajaan Ternate
dapat berkembang pesat karena hasil buminya yang berupa rempah-rempah terutama
cengkeh. Kerajaan Ternate mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah (1570-1583) di mana kekuasaannya mencapai Filipina.
11. Kerajaan
Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Kerajaan
Ternate. Kerajaan Tidore dan Ternate semula hidup rukun dan damai. Akan tetapi,
ketika Portugis dan Spanyol mulai datang ke Maluku, Ternate dan Tidore saling
bermusuhan karena diadu domba oleh Portugis. Namun akhirnya kedua kerajaan
tersebut bersatu mengusir Portugis. Raja Tidore yang terkenal adalah Sultan
Nuku.
Ketika kerajaan Ternate dan Tidore saling bermusuhan,
muncul dua persekutuan dagang yakni Uli Lima dipimpin oleh Ternate dengan
anggota Ambon, Bacan, Obi, dan Seram. Dan Uli Siwa dipimpin oleh Tidore dengan
anggota Makean, Halmahera, Kai, dan pulau-pulau lain hingga ke Papua bagian
barat.
12. Kerajaan
Banjar
Atas bantuan dari Kerajaan Demak, Pangeran Tumenggung
Samudra dapat menjadi Raja Banjar. Setelah masuk Islam, Pangeran Tumenggung
Samudra berganti nama menjadi Sultan Suryanullah. Selain Sultan Suryanullah,
tokoh yang berperan mengembangkan Islam di wilayah ini diantaranya Datuk Ri
Bandang, Tuan Tunggang Parangan, dan Aji di Langgar. Kerajaan Banjar mencapai
masa kejayaan pada masa pemerintahan Pangeran Antasari yang sangat anti
terhadap penjajahan Belanda.
B. Peninggalan-peninggalan
sejarah bercorak Islam
1. Masjid
Beberapa hal yang menarik dan menjadi corak khas
bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Sebagian
besar atap masjid beratap tumpang (atap yang tersusun semakin ke atas semakin
kecil, dan yang paling atas berbentuk limas).
b. Letak
masjid tepat di tengah-tengah kota atau dekat dengan istana dan di kiri atau
kanan masjid terdapat menara sebagai tempat menyerukan panggilan salat (azan).
c. Di sekitar
masjid (kecuali bagian barat) biasanya terdapat tanah lapang (alun-alun).
Ada pun contoh peninggalan masjid masa kerajaan Islam
diantaranya adalah Masjid Kudus, Masjid Demak dan Masjid Banten.
2. Keraton
Keraton merupakan tempat raja beserta keluarganya
tinggal. Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan.
Bangunan keraton biasanya dikelilingi pagar tembok, parit, atau sungai kecil
buatan. Contoh Keraton Samudera Pasai, Banten, Cirebon, dan Mataram.
Keraton dengan corak Islam diantaranya Keraton
Kesultanan Aceh, Demak, Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon, Banten, Yogyakarta,
Surakarta, dan sebagainya.
3. Nisan
Nisan adalah tonggak pendek yang ditanam di atas
gundukan tanah yang berfungsi sebagai tanda makam seseorang yang sudah
meninggal dunia. Selain itu nisan juga berisi tentang keterangan-keterangan
atau identitas dan biodata seseorang yang dimakamkan di tempat itu.
4. Karya
sastra dari ulama
Peninggalan karya sastra bercorak Islam di Indonesia
dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu:
a. Hikayat,
yaitu karya sastra berupa cerita atau dongeng yang menceritakan tentang
kehidupan manusia. Contoh: Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, Hikayat
Jauhar Manikam, dan sebagainya.
b. Babad,
yaitu cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan
masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Contoh: Babad Tanah Jawi, Babad
Caruban, Babad Giyanti dan sebagainya.
c. Syair,
yaitu puisi lama yang tiap-tiap baitnya terdiri dari empat baris yang berakhir
dengan bunyi yang sama. Contoh: Syair Perahu, Syair Si Burung Pingai, Syair
Abdul Muluk, dan sebagainya.
d. Suluk,
yaitu kitab-kitab yang membentangkan soal-soal tasawuf. Kitab Suluk merupakan
karya sastra tertua peninggalan kerajaan Islam di nusantara. Contoh: Suluk
Wijil, Suluk Malang Sumirang, Suluk Sukarsa dan sebagainya.
5. Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan
merangkaikan huruf-huruf Arab, baik berupa ayat-ayat suci Al Qur'an ataupun
kata-kata mutiara. Seni kaligrafi biasanya dituangkan pada masjid atau makam.
Letak bagian masjid yang mendapat ukir-ukiran umumnya hanya pada bagian mimbar.
13. Kerajaan Perlak
13. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam tertua di
Indonesia yang berdiri pada tahun 840. Hal ini sesuai dengan bukti sejarah
yaitu naskah-naskah tua berbahasa Melayu, seperti Idharatul Haq fi Mamlakatil
Ferlah Wal Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, serta
Silsilah sultan-sultan Perlak dan Pasai.
Raja pertama dari kerajaan ini adalah Saiyid Abdul
Aziz yang bergelar Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Shah (840-964).
Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin
Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (1225-1263). Sultan Makhdum Alaidin
Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat mengawinkan putrinya yang bernama
Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra
Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura) yakni Iskandar
Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Syah.
Raja terakhir Kerajaan Perlak adalah Sultan Makhdum
Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (1263-1292). Setelah beliau
wafat, Kerajaan Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai oleh Muhammad
Malikul Dhahir putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari.
Keberadaan
Kerajaan Perlak ini dibuktikan dengan adanya penemuan mata uang Perlak, yang terbuat dari emas (dirham), dari perak
(kupang) dan dari tembaga atau kuningan.